Kurang Tidur Bisa Bikin Orang Jadi Gila?


img
(Foto: Thinkstock)
Jakarta, Ketidakmampuan tidur atau insomnia sebenarnya adalah gejala dari masalah lain. Banyak penelitian telah mengaitkan antara kurang tidur dan penyakit mental. Lantas bisakah kurang tidur membuat Anda menjadi gila?
Kesulitan tidur hanya merupakan gejala dari suatu penyakit, yang dapat disebabkan karena beberapa masalah seperti kelelahan, pengaruh obat, asupan kafein berlebihan, stres dan gangguan tidur.
Namun bila gangguan tidur ini berlangsung lama dan terus-menerus, maka dapat menyebabkan masalah tersendiri.
Kurang tidur dapat memicu gangguan bipolar atau depresi, yang berarti perubahan suasana hati yang drastis, dari sangat baik menjadi sangat buruk.
Insomnia juga dapat menyebabkan paranoia, yaitu gangguan pikiran yang dicirikan berupa kecemasan atau ketakutan yang berlebihan. Insomnia atau kurang tidur dapat menyebabkan pikiran paranoid dalam diri seseorang, sehingga membuka jalan bagi kegilaan (gangguan jiwa), seperti dilansir Boldsky, Jumat (20/7/2012).
Selain itu, kurang tidur juga berdampak pada gangguan memori, kurangnya konsentrasi, menurunnya koordinasi motorik tangan dan mata, yang juga cukup sering terlihat pada orang dengan masalah mental.
Efek kurang tidur tidak terbatas pada orang dewasa saja, tetapi bahkan anak-anak pun bisa menjadi korban. Anak-anak dengan jumlah tidur yang kurang lebih sering didiagnosis dengan masalah perilaku seperti gelisah, hiperaktif dan impulsif.



Related Posts:

Tidur Kurang dari 5 Jam dan Lebih dari 9 Jam Berisiko Pikun


img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Tidur merupakan salah satu aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga kondisi kesehatan. Namun nyatanya durasi tidur juga harus dibatasi tidak boleh kurang atau lebih. 
Tidur kurang dari 5 jam atau lebih dari 9 jam per hari berisiko terkena demensia atau penurunan fungsi otak yang salah satu cirinya adalah pikun di hari tua. Tidur 6-8 jam dianggap sebagai kebutuhan ideal manusia.
Baru-baru ini sebuah studi menemukan bahwa rutin tidur siang dan tidur di malam hari terlalu lama bisa jadi merupakan gejala awal penyakit demensia atau bahkan berkontribusi terhadap gangguan otak, terutama jika sudah memasuki masa lansia.
"Hasil ini menunjukkan bahwa ngantuk yang dirasakan sepanjang hari bisa jadi gejala awal penurunan kemampuan kognitif," ujar Dr. Claudine Berr dari Institut National de la Sante et de la Recherche Medical (Inserm) dalam Alzheimer's Association International Conference di Vancouver.
Dalam studi lain yang juga dipresentasikan di Vancouver, sekelompok peneliti dari Amerika menemukan bahwa rutin tidur lebih dari 9 jam dalam semalam atau kurang dari lima jam dapat dikaitkan dengan kemampuan mental yang lebih rendah.
Devore dan koleganya juga menemukan bahwa partisipan yang tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit mengalami perubahan senyawa kimia di dalam otak sehingga mengindikasikan gejala awal penyakit Alzheimer atau bentuk paling umum dari demensia.
"Dari waktu ke waktu durasi tidur yang ekstrem bisa saja berkontribusi terhadap penurunan kemampuan kognitif dan gejala awal Alzheimer dan bukanlah semata gejala pasif dari keduanya," lanjut Devore seperti dilansir dari telegraph, Sabtu (21/7/2012).



Related Posts:

3 Kondisi yang Banyak Dikhawatirkan Saat Puasa


img
(Foto: Thinkstock)
Jakarta, Dalam beberapa hari ke depan masyarakat muslim akan melakukan ibadah berpuasa di bulan Ramadan. Meski begitu ada 3 kondisi yang banyak dikhawatirkan orang mengenai kesehatannya saat berpuasa.
"Kalau untuk kekhawatiran, secara statistik dan praktek saya pribadi memang penyakit maag yang paling banyak," ujar dr Hayatun Nufus, SpPD dari RSCM dalam acara Konferensi Pers Pusat Konsultasi Ahlinya Lambung di Lapangan Masjid Agung Al-Azhar, Selasa (17/7/2012).
dr Hayatun menuturkan ada 3 kondisi yang banyak dikhawatirkan orang ketika ia menjalani ibadan puasa, yaitu:
1. Maag
Banyak orang yang khawatir maagnya akan kambuh jika ia berpuasa, padahal jika penyakit maag yang diderita akibat fungsional maka melakukan puasa justru bisa mengurangi gejala karena membantu makan teratur dan kurangi konsumsi camilan.
Namun jika maag akibat organik, maka perlu pemeriksaan terlebih dahulu ke dokter untuk mengetahui apakah kondisinya memungkinkan ia untuk berpuasa. Jika sudah mendapatkan pengobatan yang tepat, maka biasanya dokter akan memberikan izin untuk berpuasa.
2. Diabetes
Puasa identik dengan makanan yang serba manis seperti es buah, kolak dan makanan lain untuk berbuka puasa. Bagi orang yang diketahui memiliki penyakit diabetes maka asupan makanan manis ini perlu diatur agar kadar gula darahnya tidak meningkat secara drastis tapi juga tidak terlalu rendah.
"Selain pola makan yang salah sehingga kadar gula darah naik, ada juga kekhawatiran seseorang tidak bisa minum obat saat puasa. Jika kadar gula darah naik maka timbul keluhan cepat mengantuk, kondisi tidak fit sampai gejala yang berat," ungkapnya.
3. Kolesterol
Kolesterol juga bisa menjadi hal yang dikhawatirkan saat puasa akibat pola makannya yang tidak teratur, dalam hal ini saat sahur dan buka puasa tidak terkontrol makannya.
Untuk mencegah masalah kolesterol sebaiknya konsumsi buah dan sayur yang cukup, minum yang cukup serta mengurangi makanan yang digoreng-goreng seperti gorengan.
Pusat Konsultasi Ahlinya Lambung
Pusat konsultasi ahlinya lambung ini merupakan pusat konsultasi kesehatan gratis bagi masyarakat yang ingin mendapatkan informasi mendalam mengenai masalah kesehatan lambungnya selama bulan puasa.
"Kami berharap pusat konsultasi ahlinya lambung ini bisa membantu 100-200 orang per harinya untuk melakukan pengecekan dan konsultasi kesehatan," ujar Sinteisa Sunarjo, head of Remedy Division, PT Kalbe Farma, Tbk.
Pusat konsultasi ini dibuka untuk umum mulai tanggal 16-28 Juli 2012 dan pelayanan konsultasinya dilakukan oleh para ahli secara gratis. Untuk tanggal 16-19 Juli 2012 mulai dari jam 10.00-13.00 dan 16.00-18.00, sedangkan untuk tanggal 20-28 Juli 2012 mulai jam 14.30-17.30 dan 19.30-22.30.
Kegiatan ini terintegrasi diantara dokter umum, dokter spesialis penyakit dalam yang tergabung dalam PAPDI (Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia), ahli nutrisi dan juga psikolog.
Selain dilengkapi dengan beberapa ruang pemeriksaan dan konsultasi, pusat pelayanan ini juga dilengkapi oleh stand edukasi dan permainan interaktif.



Related Posts:

Jantung Koroner Lompat dari Ranking 6 ke 1 Sebagai 'Pembunuh'


img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Pada tahun 1999, penyakit jantung koroner masih berada di urutan ke-6 sebagai penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia. Hanya butuh waktu 21 tahun untuk melejit menjadi ranking 1 pada tahun 2020.
"Penyakit jantung koroner sekarang sudah separuh dari jumlah kasus penyakit kardiovaskular. WHO memperkirakan pada tahun 2020 penyakit jantung koroner akan menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia, termasuk negara berkembang seperti Indonesia," jelas Dr Sukman Tulus Putra, Sp.A(K), FACC, FESC, Ketua Program Studi Subspesialis Jantung Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, dalam acara Press Conference 'Inovasi Pelayanan Medis Terpadu dengan Kebijakan Satu Tarif Eka Hospital', di Ritz Carlton Hotel, Pacific Place, Jakarta, Selasa (17/7/2012).
Padahal, lanjut Dr Sukman, penyakit ini hanya menempati urutan ke-6 pada tahun 1999. Namun karena gaya hidup yang semakin tidak sehat, baik di negara maju dan berkembang, menjadikan kasus penyakit jantung koroner semakin banyak.
Perubahan gaya hidup negara maju dianggap sudah menular ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Ditambah lagi dengan lingkungan yang kotor, kebiasaan merokok yang semakin meningkat, membuat penyakit jantung koroner pun banyak terjadi di negara berkembang.
"Solusinya, pemerintah dan masyarakat harus melakukan pencegahan. Kurangi faktor risikonya, seperti merokok. Merokok itu salah satu penyebab utama jantung koroner. Junk food, kurang olahraga, lifestyle buruk," jelas Dr Sukman, yang juga merupakan Kepala Komite Medis Eka Hospital.
Dr Sukman menjelaskan, proses terjadinya penyakit jantung koroner sebenarnya sudah berjalan sejak masa anak-anak, bahkan bayi. Rokok adalah biang keladinya.
Saat seorang laki-laki sudah merokok sejak usia remaja, gejala penyakit mematikan ini mungkin belum terlihat. Namun proses pengrusakan pembuluh darah terus terjadi hingga 20 tahun kemudian baru terlihat gejalanya.
"10-20 persen remaja di Indonesia sudah merokok. Merokok saat remaja mungkin belum ada apa-apa, tapi prosesnya di pembuluh darah terus berjalan, baru bergejala pada usia 40 tahun. Bahkan bisa dari bayi bila dalam keluarga ada yang merokok," lanjut Dr Sukman.
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah yang memasok darah dan oksigen ke jantung. Penyempitan ini dapat menyebabkan gejala angina dan serangan jantung.
Faktor risikonya antara lain:
  1. Merokok
  2. Hipertensi
  3. Diabetes Melitus
  4. Obesitas (kegemukan)
  5. Hiperkolesterol
  6. Familial (riwayat keluarga)


Related Posts:

Harvard-IAKMI Tawarkan Beasiswa Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih


img
Menkes Endang (foto: detikHealth)
Jakarta, Salah satu perguruan tinggi terkemuka di dunia, Harvard University, bekerja sama dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan program beasiswa bernama Endang Rahayu Sedyaningsih Scholarship Program (ERS-SP).
Program ini diselenggarakan sebagai wujud penghormatan terhadap mantan Menteri Kesehatan RI, Almarhumah Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, dr, MPH, Dr.PH karena integritasnya dalam memajukan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Bidang yang ditawarkan dalam ERS-SP ini adalah bidang kesehatan masyarakat yang diprioritaskan pada pengembangan promotif dan preventif Traditional Complementary and Alternative Medicine(TCAM), penyakit tidak menular yang juga dikaitkan denganMillennium Development Goals (MDGs), pembiayaan kesehatan yang adil, kesehatan global dan pengembangan upaya hidup sehat.
Tak hanya itu, kesempatan beasiswa untuk bidang lain juga masih terbuka di masa depan. Menurut rilis yang diterima detikHealth, Selasa (17/7/2012), ERS-SP bersifat independen, tidak terikat pada universitas atas beasiswa tertentu dan akan dikelola oleh sekretariat yang dibentuk IAKMI. IAKMI akan bertanggung jawab terhadap laporan tahunan yang menjelaskan siapa saja penerima beasiswa dan output yang dihasilkan.
Program beasiswa ini didanai melalui 3 metode, yaitu program langsung dari Harvard University melalui HENRI Program, donasi langsung khusus untuk ERS-Scholarship Program yang dikelola oleh IAKMI dan pendapatan dari sumbangan yang dikelola oleh IAKMI. Sekretariat ERS-Scholarship akan bertanggungjawab dalam pendanaan program dan menyesuaikannya kepada penerima.
Sampai saat ini, telah diseleksi 8 orang penerima beasiswa atau Harvard Fellows untuk mendalami kebijakan kesehatan Indonesia selama 6 minggu di Harvard School of Public Health mulai awal Juli 2012. Kesemua penerima ini wajib menyusun 2 manuskrip tentang kebijakan kesehatan di Indonesia. Penyusunan manuskrip tersebut dilakukan dengan koordinasi dan dibawah bimbingan Kemenkes dan jajaran terkait.
Manuskrip yang sudah disusun akan disajikan pada bulan September 2012 dalam Lokakarya Nasional Kebijakan Kesehatan. Lokakarya tersebut diharapkan akan menghasilkan opsi kebijakan kesehatan di masa mendatang. Acara ini rencananya akan menghadirkan lembaga donor, akademisi, praktisi, peneliti dan para pemangku kepentingan lainnya.
Kedelapan penerima beasiswa atau Harvard Fellows ERS-Scholarship 2012 adalah sebagai berikut:
1. Suparmi, Msc, dari Badan Litbangkes Kemenkes RI
2. Christiana R Titaley, DDS, MPH, PhD dari Universitas Indonesia
3. Dwi Gayatri, DDS, MPH dari Universitas Indonesia
4. Anna Vipta Resti Mauludyani, MSc dari Institut Pertanian Bogor
5. Rizanda Machmud, MD, MPH, DrPH dari Universitas Andalas
6. Defriman Djafri, MPH, PhD.c dari Universitas Andalas
7. Lina Rospita, MSc, dari SEAMEO-RECFON/U
8. Rina Agustina MD, Msc, dari SEAMEO-RECFON/U



Related Posts: